Nabi Yusuf & Zulaiha
Nafsu sahwat bisa menuntun orang pada kehinaan. Hal ini pernah diajarkan oleh Zulaiha, wanita cantik istri al-Aziz seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 21-53
R
ail adalah wanita seorang cantik, ia juga dikenal dengan nama Zulaiha. Setelah mempercantik paras, menghias diri, dan memakai wewangian dia akan berdiri di beranda istananya sambil memandangi sungai Nil dan airnya yang tenang. Kekayaan dan kesenangan duniawi yang dia miliki tidak membuatnya lega, karena dia belum dikaruniai putra. Sebenarnya, ia mengangkat anak seperti yang disukainya. Tapi naluri keibuannya menjadikan ia ingin mengandung dan melahirkan putranya sendiri, sebagaimana wanita-wanita lain.
Satu hari suaminya datang dan mengejutkan hatinya. “Rail, istriku yang cantik, bergembiralah!” kata suaminya sambil menunjukkan sesuatu.
Zulaiha menoleh memperhatikan siapa yang datang bersama suaminya, ia terkejut ketika melihat suaminya datang bersama seorang anak kecil.
“Siapa namamu?” Tanya Zulaiha.
Dengan suara yang hampir tak terdengar, anak itu menjawab, “Yusuf”.
Hari-hari berlalu. Yusuf makin besar dan dewasa. Istri Aziz merasa bahagia setiap kali memandang Yusuf. Dan ia akan merasa sedih ketika Yusuf hilang dari pandangannya. Setiap malam, ketika tidur, Zulaiha merasa lubuk jiwanya terusik. Kadang kala ia bangun, meninggalkan suaminya, kemudian berdiri di pintu kamar Yusuf beberapa saat. Dalam hatinya timbul keraguan apakah ia masuk menemui Yusuf seperti yang diinginkannya, ataukah kembali ke tempatnya, disamping suaminya.
Pertanyaan yang mengusik kalbunya adalah, apakah Yusuf mencintainya sebagaimana ia mencintai Yusuf? Apakah Yusuf memendam perasaan seperti yang dipendamnya?
Pada suatu petang, istri Aziz tidak kuasa hanya berdiri di ambang cinta yang disimpannya kepada Yusuf. Ia kemudian berdiri di muka cermin, mengagumi kecantikannya. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Adakah di Mesir ini wanita yang lebih cantik dari aku, sehingga Yusuf menghindar dariku? Tidak boleh tidak, wahai Yusuf hari ini aku akan menjumpaimu dengan segala macam bujuk rayu, sampai engkau tunduk kepadaku.”
Zulaiha segera membuka lemari. Matanya mengamati setumpuk pakaian. Dipilihnya gaun yang paling indah, berwarna merah dengan model yang membangkitkan gairah laki-laki. Kemudian ia memakai wangi-wangian yang menyebabkan seorang lelaki akan bergairah karena baunya.
Setelah itu, ia mengatur rambut, menyelesaikan dan menyempurnakan dandanannya. Ia mengamati sekelilingnya, hingga yakin tak seorang pelayanpun yang ada disitu. Sedang suaminya pergi memenuhi panggilan seorang hakim Mesir dan tidak mungkin kembali sebelum pagi tiba.
Setelah siap, ia menuju kamar Yusuf. Didapatinya pintu kamar itu tertutup. Perlahan ia mengetuk satu, dua hingga tiga kali. Yusufpun bangun, ia menyalakan lampu dan membuka pintu. Yusuf terkejut melihat istri al-Aziz berada di hadapannya. Tapi ia tidak berkata apa-apa kecuali diam menunduk.
Tiba-tiba Zulaiha mendekat, ia memegang tangan Yusuf sambil menutup pintu kamar. Sementara Yusuf berusaha menjauh. Istri al-Aziz kemudian berkata, “Apakah maksud semua ini, hai Yusuf? Janganlah engkau menjauh dariku, sehingga aku binasa karena rindu kepadamu.”
Yusuf terdiam tanpa jawaban. Zulaiha mendekat seraya berkata, “Aduhai Yusuf, betapa indahnya rambutmu!”
Yusuf menjawab, “Inilah sesuatu yang pertama kali akan berhamburan dari tubuhku setelah aku mati.”
“Aduhai Yusuf, betapa indahnya kedua matamu!” bujuk istri al-Aziz lagi.
“Keduanya ini adalah benda yang pertama kali akan lepas dari kepalaku dan akan mengalir di muka bumi!”
Istri al-Aziz berkata lagi, “Betapa tampannya wajahmu, hai Yusuf.”
“Tanah kelak akan melumatnya.” Jawab Yusuf.
Kemudian Zulaiha berkata kepadanya, “Telah terbuka tubuhku karena ketampanan wajahmu.”
“Syaitan menolongmu untuk berbuat hal itu!” kata Yusuf.
“Yusuf bagaimanapun aku harus mendapat apa yang kudambakan, dan kini aku dating karenanya,”
Yusuf menjawab, “Kemanalah aku akan lari dari murka Allah jika aku mendurhakai-Nya?”
Istri al-Aziz sadar bahwa Yusuf tidak mau memenuhi keinginannya. Maka, iapun mendekat lagi, meletakan badan Yusuf di atas dadanya. Ia berharap Yusuf akan tertarik kepadanya dan mau memenuhi keinginannya. Akan tetapi, di luar dugaan, Yusuf malah menghindar darinya dan berlari hendak ke luar dari kamar. Ia lalu mengejar Yusuf dari belakang. Ketika sudah dekat, dipegangnya bagian belakang baju Yusuf, ditariknya kuat-kuat, sehingga koyaklah bagian belakang baju Yusuf.
Saat bersamaan al-Aziz sudah berada di hadapan mereka berdua, bersama saudara sepupu Zulaiha. Serta merta istri al-Aziz berkata “Apakah hukuman bagi orang yang akan berbuat serong kepada istrimu, selain dipenjarakan atau di siksa dengan pedih?” Zulaiha bermaksud menyatakan bahwa Yusuf telah melampaui batas atas atas dirinya.
Al-Aziz sangat marah. Ia tidak menduga Yusuf yang telah dipelihara, dan dikasihinya seperti putra sendiri melakukan hal itu. Yusuf sadar istri al-Aziz berdusta tentang dirinya. Maka, segeralah Zulaiha berkata kepada al-Aziz, “Dia menggodaku untuk menundukkan diriku.”
Allah ternyata berkehendak lain. Seorang bayi putra keluarga Zulaiha yang masih menyusu, tiba-tiba barkata, “Jika bajunya koyak di bagian muka, maka wanita itulah yang benar dan Yusuf termasuk orang-orang .dusta. Dan jika bajunya koyak di bagina belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.”
Al-Aziz menghampiri Yusuf untuk melihat bajunya. Di dapatinya baju Yusuf koyak di bagian belakang, mengertilah ia akan penghianatan istrinya.
Setelah itu ia memandang Yusuf seraya berkata “Sembunyikan aib ini sehingga tidak terdengar oleh orang ramai.” Sedangkan kepada istrinya ia berkata “Dan kemu, hai istriku mohon ampunlah atas dosamu itu, karena sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang berbuat salah.”
Sejak peristiwa itu terjadi hari-hari yang berat dilalui Zulaiha. Hampir tidak ada seorang wanitapun yang melewatkan untuk berbicara aib besar itu. Dan yang lebih mengherankan, bagaimana peristiwa itu tersebar diseluruh kota. Padahal ssemua pihak di istana al-Aziz berusaha merahasiakannya.
“Perjalanan hidupku laksana sepotong roti dalam mulut wanita-wanita kota yang dipenuhi cemooh dan ejekan, padahal, di hari-hari lalu tak seorangpun dari mereka berani menyebut namaku kecuali dengan segala penghormatan dan kemuliaan,” keluh hati Zulaiha.
Zulaiha berusaha mencari jalan keluar yang bisa membuatnya kembali tidur dengan tenang. Tak berapa lama, kemudian mulutnya tersenyum. Ia menemukan cara untuk membereskan masalah itu.
Ia berencara akan memanggil wanita-wanita itu dalam pertemuan terbuka. Mereka akan duduk dan bercakap-cakap seperti kebiasaan yang dilakukan sebelumnya. Lalu ketika mereka sedang asik, ia akan perintahkan Yusuf untuk manampakkan diri di hadapan mereka.
Rencara itu benar-benar dilaksanakannya, Zulaiha memanggil semua wanita ke istana untuk bersukaria. Kepada mereka dipersembahkan bermacam buah-buahan. Dan masing-masing diberi sebilah pisau sebagai alat pemotongnya. Istri al-Aziz ingin melihat apa yang bakal terjadi ketika Yusuf muncul di tengah-tengah mereka.
Semua persiapan disusun dengan matang. Ruangan istana yang hendak digunakan acara itu dihias dengan megah. Sehingga semua pandangan hadirin tertuju pada barang-barang yang ada dalam ruangan istana. Mulailah istri al-Aziz membuka acara. Ia mengingatkan kalau dirinya tengah menyiapkan kejutan bagi tamu-tamu yang datang.
Setelah acara semakin meriah, Zulaiha memerintah agar Yusuf menampakkan diri. Maka, keluarlah Yusuf menuju tempat jamuan. Betapa terkejutnya wanita-wanita itu melihat ketampanan Yusuf. Merka tercengang. Tanpa disadari, mereka memotong jari-jari mereka sendiri dengan pisau. Mereka mengira sedang memotong buah. Setelah beberapa lama mereka baru menyadari apa yang mereka lakukan. Merekapun berseru, “Maha besar Allah. Dia bukanlah manusia. Ia tiada lain adalah malaikat mulia”.
Seketika wajah cantik istri al-Aziz yang menahan sedih dan duka itu menjadi marah. Ia berkata seraya menunjuk kepada Yusuf “Itulah orang yang menyebabkan aku dicela karena tertarik kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menginginkan dirinya, tetapi ia menolak. Dan sekarang jika dia tidak menaati apa yang kuperintahkan, niscaya ia akan dipenjarakan dan akan menjadi orang yang hina.”
Yusuf mendengar kata-kata yang diucapkan Zulaiha dengan sikap yang tenang. Sambil berlindung kepada Allah, Yusuf berkata, “Tuhanku! Penjara lebih kusukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Allah hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentulah aku tertarik kepada mereka. Dan tentulah aku termasuk orang yang jahil.”
Setelah kejadian itu, mereka sadar bahwa Zulaiha telah ditolak cintanya oleh Yusuf. Dan Yusuf pun meninggalkan ruangan dan pergi ke kamarnya. Sementara istri al-Aziz duduk sambil berfikir. Ia merasa senang berhasil menghina wanita-wanita yang menghina dirinya dengan Yusuf.
Zulaiha sadar kalau selama ini perasaannya telah mengalami tekanan yang berat. Iapun berbicara pada dirinya sendiri “Sudah dua kali Yusuf menghindar dariku, sekali dikamarnya dan sekali di hadapan wanita-wanita kota. Sungguh wanita-wanita kota itupun mencintai Yusuf sebagaimana aku, tetapi mereka tidak memperoleh sesuatu darinya. Ancamanku tidak ditakutinya. Celakalah kamu meskipun aku mencintaimu.”
Setelah itu, istri al-Aziz menemui suaminya. Zulaiha menjelaskan kalau jamuan itu hanya menambah keburukan baginya. “Bagaimana itu bisa terjadi?” Tanya al-Aziz.
“Jika Yusuf tidak disembunyikan dari istana dan kota, dia aka selalu berbicara tentang keburukanku.” Jawab Zulaiha singkat.
Maka, mendekatlah al-Aziz kepada istrinya seraya berkata, “Bagaimana engkau bisa menerima apa-apa yang telah menjelekkanmu.”
Sesaat badan Zulaiha gemetar, lalu iapun berkata “Kalau begitu, mesukkanlah Yusuf ke dalam penjara, sehingga semua orang akan melupakannya.”
Al-Aziz menyetujui usul istrinya. Tak lama kemudian, beberapa pengawal istana membawa Yusuf ke penjara. Istri al-Aziz merasa sebagian dari hatinya tercabut, meskipun dialah yang meminta al-Aziz agar memasukkan Yusuf ke dalam penjara.
Sejak saat itu kesedihan selalu mewarnai wajah istri al-Aziz. Sedangkan suaminya hanya diam saja. Sampai akhirnya Zulaiha bertanya kepada dirinya sendiri, “Salahkah aku menyuruh al-Aziz memasukkan Yusuf ke dalam penjara? Ya, kuharamkan diriku melihat Yusuf. Tetapi, apakah aku bersalah dalam urusan itu?”
Sampai beberapa waktu kemudian datanglah utusan raja, yang memerintahkan Yusuf untuk datang ke istana. Mengetahui hal itu, istri al-Aziz merasa heran. Kemudian pergilah ia menuju istana raja. Di sana dia mendapati wanita-wanita yang memotong tangannya beberapa waktu lalu. Mereka sengaja menghadap Raja Mesir. Sementara sang raja memandangi wajah wanita itu satu persatu. Ia lantas mengajukan pertanyaan singkat kepada mereka “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menunndukkan dirinya?”
Mereka menjawab serentak “Kami tidak mendapati keburukan pada diri Yusuf.” Tiba-tiba, tanpa diminta oleh Raja, istri al-Aziz berbicara. Ia merasa telah tiba waktunya untuk berterus terang, agar hilang semua dosa karena tindakan aniayanya terhadap Yusuf. Di hadapan Raja dan seluruh yang hadir di situ, ia berkata “Sekarang jelaslah kebenaran itu. Akulah yang menggoda untuk menundukkan dirinya dan sesungguhnya di termasuk orang-orang yang benar.”
Kemudian Yusuf berkata, “Yang demikian itu agar al-Aziz tahu bahwa aku tidak berkhianat di belakangnya. Sungguh Allah tidak merelakan tipu daya orang-orang yang berkhhianat. Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ***
http://www.sampitoftheislamiccenter.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar